Sabtu, 28 April 2012

psikologi konseling dan terapi (tingkah laku


TERAPI TINGKAH LAKU
Terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Terapi ini menyertakan penerapan yang sistematis pronsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih adaptif. Pendekatan ini, telah memberikan sumbangan sumbangan yang berarti, baik pada bidang bidang klinis maupun pendidikan.
Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku. Penting untuk di catat bahwa tidak ada teori tunggal tentang belajar yang mendominasi peraktek terapi tingkah laku.
1.      KONSEP-KONSEP UTAMA
A.    PANDANGAN TENTANG SIFAT MANUSIA
Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang di kendalikan dengan cermat akan menyingkapkan hokum-hukum yang mengendalikan tingkah laku. Behaviorisme di tandai oleh sikap membatasi metode-metode pada data yang dapat di amati.
John Watson, pendiri behaviorisme, adalah seorang behavioris radikal yang pernah menyatakn bahwa ia bias mengambil sejumlah bayi yang sehat dan menjadikan bayi-bayi itu apa saja yang di inginkannya, semisal : dokter, ahli hokum, seniman, perampok, pencopet melalui bentukan lingkungan. Jadi, Watson menyingkirkan dari psikologi konsep-konsep seperti kesadaran, determinasai diri dan berbagai fenomena subjektif lainnya. Ia mendirikan suatu psikologi tentang kondisi kondisi tingkah laku yang dapat di amati.
Setiap orang dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negative yang sama. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan soaial budayanya. Tingkah laku pada dasarnya merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan lingkungan dan factor-faktor genetik. Jadi, behaviorisme berfokus pada bagaima orang-orang belajar dan kondisi-kondisi apa saja yang menentukan tingkah laku mereka.

B.     CIRI-CIRI UNIK TERAPI TINGKAH LAKU
Terapi tingkah laku ditandai oleh:
a. Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik.
b. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment.
c. Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah, dan
d. Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi.
            Terapi ini tidak berlandaskan sekumpulan konsep yang sistematik, tidak berakar pada suatu teori yang dikembangkan dengan baik. Terapi tingkah laku hanya memiliki sedikit konsep. Terapi ini merupakan suatu pendekatan induktif yang berlandaskan eksperimen - eksperimen dan menerapkan metode eksperimental pada proses terapiutik.
            Pada dasarnya terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptive, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Pernyataan yang tepat tentang tujuan tujuan treatment di spesifikasi, sedangkan pernyataan yang bersifat umum tentang tujuan di tolak. Klien di minta untuk menyatakan dengan cara cara yang konkret jenis jenis tingkah laku masalah yang ingin dia mengubahnya. Setelah mengembangkan pernyataan yang tepat tentang tujuan tujuan treatment, terapis harus memilih prosedur prosedur yang paling sesuai untuk mencapai tujuan tujuan itu. Berbagai teknik tersedia, yang keefektifannya bervariasi dalam menangani masalah masalah tertentu.
            Misalnya, teknik aversi tampaknya paling berguna sebagai cara cara untuk mengembangkan kendali dorongan orang yang mengalami hambatan dalam menampilkan diri dan dalam bergaul bias mengambil manfaat
            Terapis dalam melakukan terapi harus memilih teknik yang sesuai untuk mencapai tujuan. Berbagai teknik tersedia dan bervariasi untuk menangani masalah-masalah tertentu. Seperti: aversi dan asertif.
PROSES TERAPEUTIK
1.      TUJUAN-TUJUAN TERAPEUTIK
Tujuan tujuan konseling dan psikoterapi menduduki suatu tempat yang sangat penting dalam terapi tingkah laku. Klien menyeleksi tujuan tujuan terapi yang secara spesifik di tentukan pada permulaan proses terapiutik. Penaksiran terus menerus di lakukan sepanjang terapi untuk menentukan sejauh mana tujuan tujuan terapiutik itu secara efektif tercapai.
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi para proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dopelajari, termasuk tingkah laku yang maladaptive. Jika tingkah laku neurotic learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya respons-renspons yang layak yang belum dipelajari.
Salah satu kesalahpahaman yang umum adalah bahwa tujuan terapi semata-mata menghilangkan gejala-gejala suatu gangguan tingkah laku dan bahwa setelah gejala-gejala itu terhapus, gejala-gejala baru akan muncul karena penyebab-penyebab yang mendasarinya tidak ditangani. Hamper semua terapis tingkah laku akan menolak anggapan yang menyebutkan bahwa pendekatan mereka hanya menangani gejala gejala, sebab mereka melihat terapis sebagai pemikul tugas pengubah tingkah laku yang maladaftif dan membantu klien untuk menggantikannya dengan tingkah laku yang lebih adjustive (dapat di sesuaikan).[1] (ullman dan Krasner, 1965).
2.      FUNGSI DAN PERAN TERAPIS
            Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah-masalah manusia, para kliennya. Secara khas terpi tigkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengaruh, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang melandaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarahkan kepada tingkah laku yang baru dan adjustive.
3.      PENGALAMAN KLIEN DALAM TERAPI
            Salah satu sumbangan yang unik dari terapi tingkah laku adalah suatu system prosedur yang ditentukan dengan baik yang digunakan oleh terapis dalam hubungan dengan peran yang juga ditentukan dengan baik. Suatu aspek yang penting dari peran klien dalam terapi tingkah laku adalah, klien didorong untuk bereksperimenkan dengan tingkah laku baru dengan maksud memperluas perbendaharaan tingkah laku adaptifnya. Terapi ini klien harus berani mengambil resiko. Bahwa masalah-masalah kehidupan nyata harus dipecahkan dengan tingkah laku baru diluar terapi. Keberhasilan dan kegagalan usaha-usaha menjalankan tingkah laku baru adalah bagian yang vital dari perjalanan terapi.
4.      HUBUNGAN ANTARA TERAPIS DENGAN KLIEN
Wolpe (1958, 1969), menyatakan bahwa pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses terapeutik. Sebagaimana di singgung di pembahasan sebelumnya peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan.
PENERAPAN: TEKNIK-TEKNIK DAN PROSEDUR-PROSEDUR TERAPEUNIK
A.    Teknik-teknik utama terapi tingkah laku
Ø Desensitisasi sistematik
Desensitisasi sistematik adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Teknik ini digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negative, dan ia menyertakan pemunculaan tingkah laku antara respons yang berlawanan dengan tingkah laku yang dihapuskan. Sesentisasi diarahkan kepada untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten dengan kecemasan.
Wolpe (1958, 1969), pengembang teknik desensitisasi, mengajurkan argument bahwa segenap tingkah laku neurotic adalah ungkapan dari kecemasan dan bahwa respons kecemasan bisa dihapus oleh penemuan respos-respons yang secara inheren berlawanan dengan respon tersebut. Dengan pengondisian klasik, kekuatan stimulus penghasil kecemasan bisa dilemahkan, dan gejala kecemasan bisa dikendalikan dan dihapus melalui penggantian stimulus.
Dalam teknik ini, wolpe telah mengembangkan suatu respons yakni relaksasi, yang secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang megancam. Model pengondisian:
1.      Desensitisasi sistematik dimulai dengan suatu analisis tingkah laku atas stimulus yang bisa membangkitkan kecemasan dalam suatu wilayah tertentu seperti penolakan, rasa iri, ketidak setujuan, atau suatu fobia.
2.      Selama pertemuan terapeutik pertama klien diberi latihan relaksasi yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laun pengenduran otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh.
3.      Proses desensitisasi melibatkan keadaan dimana klien sepenuhnya santai dengan mata tertutup.
Wolpe (1969) mencatat tiga ppenyebab kegagalan dalam pelaksanaan desensitisasi sistematik; 1) kesulitan dalam relaksasi, yang bisa jadi menunjuk kepada kesulitan dalam komunikasi antara terapis dan klien. 2) tingkatan-tingkatan yang menyesatkan atau tidak relevan. 3) ketidak memadaian dalam membayangkan.

Ø Terapi implosif dan pembanjiran
Terapi implosif berasumsi bahwa tingkah laku neurotic melibatkan penghindaran terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil kecemasan, jika seseorang dihadpkan secara berulang-ulang pada suatu situasi penghasil kecemasan dan konsekuensi yang menakutkan tidak muncul, maka kecemasan terhapus.
Ø Latihan asertif
Latihan ini menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Dalam pendekatan behavioural, yang biasa diterapkan terutama pada situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan diri adalah tindakan benar.
Latihan ini digunakan untuk membantu orang-orang yang:
1.      tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung.
2.      menunjukan kesopanan yang berlebihan.
3.      memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”.
4.      kesulitan mengatakan respon positif.
5.      merasa tidak memiliki hak untuk memiliki perasaan dan pikiran sendiri.

Ø Terapi aversi
Terapi  ini menggunakan stimulus berupa listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual.
Teknik aversi adalah metode yang paling konterversial yang dimiliki oleh para behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metode untuk membawa orang kepada tingkah laku yang diinginkan.
Prosedur-prosedur aversi adalah menyajikan cara-cara menahan respon maladaptive dalam suatu periode sehingga terdapat kesempatan untuk memperoleh tingkah laku alternative yang adaptif yang terbukti memperkuat dirinya sendiri.

Ø Pengondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi cirri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroprasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam kehidupan sehari hari yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat alat makan, bermain, dan sebagainya. Menurut skinner (1971), jika suatu tingkah laku di ganjar, maka probablitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi.

Ø Perkuatan positif
Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang di harapkan muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat pemerkuat, baik primer maupun skunder di berikan untunk rentang tingkah laku yang luas.

Ø Pembentukan respon
Dalam pembentukan respon, tingkah laku sekarang secara bertahap di ubah dengan memperkuat unsur unsur kecil dari tingkah laku baru yang di inginkan secara berturut turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons terwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu.

Ø Penghapusan
Apabila suatu respons terus menerus di buat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola pola tingkah laku yang di pelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaftif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaftif itu.

Ø Percontohan
Dalam percontohan individu mengamati seorang model dan kemudian di perkuat untuk contoh tingkah laku sang model, Bandura (1969) menyatakan bahwa belajar yang bias di peroleh melalui pengalaman langsung bias pula di peroleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi konsekuensinya.


RANGKUMAN DAN EVALUASI
Salah satu sumbangan penting dari terapi tingkah laku adalah cara yang sistematik, yang metode metode dan teknik teknik terapiutiknya telah menjadi subyek bagi pengujian eksperimental. Oleh karenanya, prosedur prosedur terapi tingkah laku berada dalam proses perbaikan dan pengembangan yang sinambung, dan criteria pemunculan hasil hasil yang bias di harapkannya sangat baik. Para terapis tingkah laku melandaskan pendekatan mereka pada beberapa variable: pengenalan yang cermat atas tingkah laku yang maladaftif, prosedur-prosedur treatment, dan pengubahan tingkah laku.
Para pemuka terapi tingkah laku menyatakan bahwa penelitian dan studi-studi komparatif perlu di lakukan jika kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan masing-masing pendekatan terapi ingin di ketahui.[2] Dengan cara demikian, perbaikan metode-metode terapi bisa di lakukan.









[1] Teori dan praktek konseling dan psikoterapi,hal. 200
[2] (Sherman, 1973)

Senin, 09 April 2012

kasus pelanggaran kode etik


Pelanggaran kode etik  psychology
KASUS:
Ani dan dewi berteman sejak lama.karena kesibukan merekapun tidak pernah bertemu suatu hari dewi yang merupakan lulusan s2 psikolog yang kemudian membuka praktek sedangkan ani yang merupakan ibu rumah tangga dan memiliki 2 orang anak.kemudian suatu hari ani menemui dewi untuk berkonseling kepada dewi mengenai masalahnya, lalu karena dewi seorang psikolog akhirnya membantu ani tapi sayang setelah kejadian itu dewi yang merupakan teman dari kecil dan mengenal keluarga akhirnya dewi mempunyai inisiatif untuk menemui orangtua ani dan menceritakan masalah yang dihadapi ani selain itu juga dewi yang mengenal keluarga ani menganggap bahwa yang dilakukan sebagai niat baik agar dapat menolong ani..semua dokumen hasil test maupun setiap permasalahn yang dialami ani diceritakan kepada oragtuanya .

 ANALISIS:
Menurut pendapat kami, sebagai seorang psikolog kita harus bisa bekerja secara profesional dan tetap menjaga kerahasian klien baik secara hasil maupun klien (identitas) yang konseling dengan kita karena biar bagaimanpun juga kita sebagai orang yang dipercayai untuk dapat membantu menyelesaikan masalah klien dan sebagai seorang psikolog maka kita pun mempunyai keharusan untuk berhati-hati. Sebagai seorang Psikolog  kita harus bisa mempertahankan kerahasian data klien dimana klien akan merasakan takut dan khawatir jika rahasianya akan terbongkar.dan sebagai seorang psikolog harus bisa menyimpan apapun hasil maupun orang yang memakai jasa kita. Adapun klien mempercayai adanya orang ketiga yang biasanya orang terdekat (suami,orangtua/siapapun itu) yang bisa dipercayai untuk menjaga kerahasian dan juga untuk dapat didiskusikan sebagai pengambil jalan/mengambil keputusan untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh klien.menganggap bahwa masalah klien merupakan privacy yang hanya diketahui orang yang dalam masa perjanjian antara klien dgn psikolog itu sendiri (bisa orangtua,suami/istri,dsb).
Jika didalam kasus ani dan dewi sebagai seorang psikolog maka bisa dipastikan bahwa dewi bersalah dan bisa dikatakan pelanggaran kode etik, dimana dewi yang seorang psikolog membiarkan atau memberikan informasi kepada oranglain dimana yang tidak dijinkan/tanpa adanya persetujuan antara dewi dan ani dengan adanya orang ketiga (suami/istri,orangtua,dsb) padahal sebagai tenaga profesional yang dilakukan dewi merupakan kesalahan yang bisa menimbulkan kerugian baik ani maupun dewi yang dimana masyarakat luas pun akan sangat tidak mempercayai dewi dengan adanya kasus ani. Padahal didalam beberapa pasal kode etik jelas diharapkan tenaga psikolog harus bisa menyimpan rahasia dengan baik guna mendapatkan kepercayaan dan sebagai kode etik psikolog. Dengan adanya kasus tersebut dewi akan sangat sulit mendapatkan ijin praktek bila adanya laporan yang dapat memberatkan dewi untuk bisa membuka praktek dan menganggap dewi belum bisa / tdk bisa mendapat 1 keprcayaan lagi untuk masyarakat luas.

PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI
            Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau pengguna layanan psikologi dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatannya. Penggunaan keterangan atau data mengenai pengguna layanan psikologi atau orang yang menjalani pemeriksaan psikologi yang diperoleh Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi dalam rangka pemberian layanan Psikologi, hendaknya mematuhi hal-hal sebagai berikut; (a) dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya dan hanya memuat hal-hal yang langsung dan berkaitan dengan tujuan pemberian layanan psikologi, (b) dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak yang secara langsung berwenang atas diri pengguna layanan psikologi, dan (c) dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau tertulis kepada pihak ketiga hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk kepentingan pengguna layanan psikologi, profesi, dan akademisi. Dalam kondisi tersebut indentitas orang yang menjalani pemeriksaan psikologi tetap dijaga kerahasiaannya.
Menceritakan masalah yang dialami klien kepada klien barunya atau orang lain dengan menyebutkan namanya merupakan tindakan yang tidak etis bagi seorang Psikolog. Tindakan ini dilakukan oleh Psikolog, sehingga menimbulkan pelanggaran Kode Etik Psikologi pada Bab V Pasal 23 dan 24, mengenai Kerahasiaan Rekam dan Hasil Pemeriksaan Psikologi.

JENIS PELANGGARAN
Kasus ini termasuk pelanggaran berat, tindakan yang dilakukan oleh seorang Psikolog dan/ atau Ilmuan Psikologi yang secara sengaja memanipulasi tujuan, proses maupun hasil yang mengakibatkan kerugian bagi salah satu antara lain; (a) ilmu psikologi, (b) profesi psikologi, (c) pengguna jasa layanan psikologi, (d) individu yang menjalani pemeriksaan psikologi, dan (e) pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umumnya. Pelanggaran tentang jenis pelanggaran dan sanksi akan diatur dalam aturan tersendiri.
Didalam kasus ini psikolog membocorkan masalah atau hasil tes klien ke orang tuanya tanpa ada izin dari klien dengan tujuan ingin membnatu klien.

HUKUMAN:
Dengan adanya kasus tersebut dewi bisa akan sangat sulit mendapatkan ijin praktek bila adanya laporan yang dapat memberatkan dewi untuk bisa membuka praktek dan menganggap dewi belum bisa / tdk bisa mendapat 1 keprcayaan lagi untuk masyarakat luas karena tidak bias menjaga kerahasiaan data klien.



Rabu, 04 April 2012

psikologi kognitif

Ruang Lingkup Psikologi Kognitif
  • atensi
  • presepsi
  • memori
  • membangun pengetahuan
  • pembentukan konsep
  • pengambilan keputusan dan penalaran
  • pemecahan masalah
  • inteligensi
  • kreatifitas
  • emosi dan proses kognisi.

Senin, 02 April 2012

psikologi perkembangan

PENGERTIAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Psikoogi perkembangan adalah cabang dari psikologi yang mempelajari secara sistematis perkembangan perilaku manusia secara otogenetik, yaitu mempelajari proses-proses yang mendasari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri, baik perubahan dalam setruktur jasmani, prilaku, maupun fungsi mental manusia sepanjang rentang hidupnya, yang biasnya di mulai sejak konsepsi hingga menjelang mati.
(Dr. Hj. Samsunuwiyati mar’at. 2009. Psikologi Perkembangan. Hal: 3)
Ada lagi pengertian psikologi perkembangan yang lebih sederhana yakni suatu cabang psikologi yang membahas tentang gejala jiwa seseorang, baik yang menyangkut perkembangan ataupun kemunduran perilaku sejak masa konsepsi hingga dewasa.
(Abu Ahmadi. Psikologi Perkembangan. Hal: 3)