TERAPI TINGKAH LAKU
Terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam
teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Terapi
ini menyertakan penerapan yang sistematis pronsip-prinsip belajar pada
pengubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih adaptif. Pendekatan ini,
telah memberikan sumbangan sumbangan yang berarti, baik pada bidang bidang
klinis maupun pendidikan.
Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah laku
dan terapi tingkah laku adalah pendekatan pendekatan terhadap konseling dan
psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku. Penting untuk di
catat bahwa tidak ada teori tunggal tentang belajar yang mendominasi peraktek
terapi tingkah laku.
1.
KONSEP-KONSEP UTAMA
A.
PANDANGAN TENTANG SIFAT MANUSIA
Behaviorisme
adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya
adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang di kendalikan
dengan cermat akan menyingkapkan hokum-hukum yang mengendalikan tingkah laku.
Behaviorisme di tandai oleh sikap membatasi metode-metode pada data yang dapat
di amati.
John Watson,
pendiri behaviorisme, adalah seorang behavioris radikal yang pernah menyatakn
bahwa ia bias mengambil sejumlah bayi yang sehat dan menjadikan bayi-bayi itu
apa saja yang di inginkannya, semisal : dokter, ahli hokum, seniman, perampok,
pencopet melalui bentukan lingkungan. Jadi, Watson menyingkirkan dari psikologi
konsep-konsep seperti kesadaran, determinasai diri dan berbagai fenomena
subjektif lainnya. Ia mendirikan suatu psikologi tentang kondisi kondisi
tingkah laku yang dapat di amati.
Setiap orang
dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negative yang sama.
Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan soaial budayanya.
Tingkah laku pada dasarnya merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan lingkungan
dan factor-faktor genetik. Jadi, behaviorisme berfokus pada bagaima orang-orang
belajar dan kondisi-kondisi apa saja yang menentukan tingkah laku mereka.
B.
CIRI-CIRI UNIK TERAPI TINGKAH LAKU
Terapi tingkah laku ditandai oleh:
a. Pemusatan perhatian kepada
tingkah laku yang tampak dan spesifik.
b. Kecermatan dan penguraian
tujuan-tujuan treatment.
c. Perumusan prosedur treatment
yang spesifik yang sesuai dengan masalah, dan
d. Penaksiran objektif atas
hasil-hasil terapi.
Terapi
ini tidak berlandaskan sekumpulan konsep yang sistematik, tidak berakar pada
suatu teori yang dikembangkan dengan baik. Terapi tingkah laku hanya memiliki
sedikit konsep. Terapi ini merupakan suatu pendekatan induktif yang
berlandaskan eksperimen - eksperimen dan menerapkan metode eksperimental pada
proses terapiutik.
Pada dasarnya terapi tingkah laku
diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah
laku yang maladaptive, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang
diinginkan. Pernyataan yang tepat tentang tujuan tujuan treatment di
spesifikasi, sedangkan pernyataan yang bersifat umum tentang tujuan di tolak.
Klien di minta untuk menyatakan dengan cara cara yang konkret jenis jenis
tingkah laku masalah yang ingin dia mengubahnya. Setelah mengembangkan
pernyataan yang tepat tentang tujuan tujuan treatment, terapis harus memilih
prosedur prosedur yang paling sesuai untuk mencapai tujuan tujuan itu. Berbagai
teknik tersedia, yang keefektifannya bervariasi dalam menangani masalah masalah
tertentu.
Misalnya, teknik aversi tampaknya
paling berguna sebagai cara cara untuk mengembangkan kendali dorongan orang
yang mengalami hambatan dalam menampilkan diri dan dalam bergaul bias mengambil
manfaat
Terapis dalam melakukan terapi harus
memilih teknik yang sesuai untuk mencapai tujuan. Berbagai teknik tersedia dan
bervariasi untuk menangani masalah-masalah tertentu. Seperti: aversi dan
asertif.
PROSES TERAPEUTIK
1.
TUJUAN-TUJUAN TERAPEUTIK
Tujuan tujuan konseling dan psikoterapi menduduki
suatu tempat yang sangat penting dalam terapi tingkah laku. Klien menyeleksi
tujuan tujuan terapi yang secara spesifik di tentukan pada permulaan proses
terapiutik. Penaksiran terus menerus di lakukan sepanjang terapi untuk
menentukan sejauh mana tujuan tujuan terapiutik itu secara efektif tercapai.
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan
kondisi-kondisi baru bagi para proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa
segenap tingkah laku adalah dopelajari, termasuk tingkah laku yang maladaptive.
Jika tingkah laku neurotic learned,
maka ia bisa unlearned (dihapus dari
ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah
laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak
adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya
respons-renspons yang layak yang belum dipelajari.
Salah satu kesalahpahaman yang umum adalah bahwa
tujuan terapi semata-mata menghilangkan gejala-gejala suatu gangguan tingkah
laku dan bahwa setelah gejala-gejala itu terhapus, gejala-gejala baru akan
muncul karena penyebab-penyebab yang mendasarinya tidak ditangani. Hamper semua
terapis tingkah laku akan menolak anggapan yang menyebutkan bahwa pendekatan
mereka hanya menangani gejala gejala, sebab mereka melihat terapis sebagai
pemikul tugas pengubah tingkah laku yang maladaftif dan membantu klien untuk
menggantikannya dengan tingkah laku yang lebih adjustive (dapat di sesuaikan).[1]
(ullman dan Krasner, 1965).
2.
FUNGSI DAN PERAN TERAPIS
Terapis tingkah laku harus memainkan
peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan
pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah-masalah
manusia, para kliennya. Secara khas terpi tigkah laku secara khas berfungsi
sebagai guru, pengaruh, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang
melandaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan,
mengarahkan kepada tingkah laku yang baru dan adjustive.
3.
PENGALAMAN KLIEN DALAM TERAPI
Salah satu sumbangan yang unik dari
terapi tingkah laku adalah suatu system prosedur yang ditentukan dengan baik
yang digunakan oleh terapis dalam hubungan dengan peran yang juga ditentukan
dengan baik. Suatu aspek yang penting dari peran klien dalam terapi tingkah
laku adalah, klien didorong untuk bereksperimenkan dengan tingkah laku baru
dengan maksud memperluas perbendaharaan tingkah laku adaptifnya. Terapi ini
klien harus berani mengambil resiko. Bahwa masalah-masalah kehidupan nyata
harus dipecahkan dengan tingkah laku baru diluar terapi. Keberhasilan dan
kegagalan usaha-usaha menjalankan tingkah laku baru adalah bagian yang vital
dari perjalanan terapi.
4.
HUBUNGAN ANTARA TERAPIS DENGAN KLIEN
Wolpe (1958, 1969), menyatakan bahwa pembentukan
hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses
terapeutik. Sebagaimana di singgung di pembahasan sebelumnya peran terapis yang
esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan.
PENERAPAN:
TEKNIK-TEKNIK DAN PROSEDUR-PROSEDUR TERAPEUNIK
A.
Teknik-teknik utama terapi tingkah laku
Ø Desensitisasi sistematik
Desensitisasi
sistematik adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi
tingkah laku. Teknik ini digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat
secara negative, dan ia menyertakan pemunculaan tingkah laku antara respons
yang berlawanan dengan tingkah laku yang dihapuskan. Sesentisasi diarahkan
kepada untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten dengan kecemasan.
Wolpe
(1958, 1969), pengembang teknik desensitisasi, mengajurkan argument bahwa
segenap tingkah laku neurotic adalah ungkapan dari kecemasan dan bahwa respons
kecemasan bisa dihapus oleh penemuan respos-respons yang secara inheren
berlawanan dengan respon tersebut. Dengan pengondisian klasik, kekuatan
stimulus penghasil kecemasan bisa dilemahkan, dan gejala kecemasan bisa
dikendalikan dan dihapus melalui penggantian stimulus.
Dalam
teknik ini, wolpe telah mengembangkan suatu respons yakni relaksasi, yang
secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis
diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang megancam. Model pengondisian:
1. Desensitisasi sistematik dimulai dengan
suatu analisis tingkah laku atas stimulus yang bisa membangkitkan kecemasan
dalam suatu wilayah tertentu seperti penolakan, rasa iri, ketidak setujuan,
atau suatu fobia.
2. Selama pertemuan terapeutik pertama
klien diberi latihan relaksasi yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laun pengenduran
otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh.
3. Proses desensitisasi melibatkan keadaan
dimana klien sepenuhnya santai dengan mata tertutup.
Wolpe
(1969) mencatat tiga ppenyebab kegagalan dalam pelaksanaan desensitisasi
sistematik; 1) kesulitan dalam relaksasi, yang bisa jadi menunjuk kepada
kesulitan dalam komunikasi antara terapis dan klien. 2) tingkatan-tingkatan
yang menyesatkan atau tidak relevan. 3) ketidak memadaian dalam membayangkan.
Ø Terapi implosif dan pembanjiran
Terapi
implosif berasumsi bahwa tingkah laku neurotic melibatkan penghindaran
terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil kecemasan, jika seseorang dihadpkan
secara berulang-ulang pada suatu situasi penghasil kecemasan dan konsekuensi
yang menakutkan tidak muncul, maka kecemasan terhapus.
Ø Latihan asertif
Latihan
ini menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Dalam pendekatan
behavioural, yang biasa diterapkan terutama pada situasi interpersonal dimana
individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan diri
adalah tindakan benar.
Latihan
ini digunakan untuk membantu orang-orang yang:
1. tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau
perasaan tersinggung.
2. menunjukan kesopanan yang berlebihan.
3. memiliki kesulitan untuk mengatakan
“tidak”.
4. kesulitan mengatakan respon positif.
5. merasa tidak memiliki hak untuk memiliki
perasaan dan pikiran sendiri.
Ø Terapi aversi
Terapi
ini menggunakan stimulus berupa listrik
atau pemberian ramuan yang membuat mual.
Teknik
aversi adalah metode yang paling konterversial yang dimiliki oleh para
behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metode untuk membawa orang
kepada tingkah laku yang diinginkan.
Prosedur-prosedur
aversi adalah menyajikan cara-cara menahan respon maladaptive dalam suatu
periode sehingga terdapat kesempatan untuk memperoleh tingkah laku alternative
yang adaptif yang terbukti memperkuat dirinya sendiri.
Ø Pengondisian operan
Tingkah
laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi cirri organisme
aktif. Ia adalah tingkah laku beroprasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat
akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam
kehidupan sehari hari yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan
dengan alat alat makan, bermain, dan sebagainya. Menurut skinner (1971), jika
suatu tingkah laku di ganjar, maka probablitas kemunculan kembali tingkah laku
tersebut di masa mendatang akan tinggi.
Ø Perkuatan positif
Pembentukan
suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera
setelah tingkah laku yang di harapkan muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk
mengubah tingkah laku. Pemerkuat pemerkuat, baik primer maupun skunder di
berikan untunk rentang tingkah laku yang luas.
Ø Pembentukan respon
Dalam
pembentukan respon, tingkah laku sekarang secara bertahap di ubah dengan
memperkuat unsur unsur kecil dari tingkah laku baru yang di inginkan secara
berturut turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons
terwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam
perbendaharaan tingkah laku individu.
Ø Penghapusan
Apabila
suatu respons terus menerus di buat tanpa perkuatan, maka respons tersebut
cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola pola tingkah laku yang di
pelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk
menghapus tingkah laku yang maladaftif adalah menarik perkuatan dari tingkah
laku yang maladaftif itu.
Ø Percontohan
Dalam
percontohan individu mengamati seorang model dan kemudian di perkuat untuk
contoh tingkah laku sang model, Bandura (1969) menyatakan bahwa belajar yang
bias di peroleh melalui pengalaman langsung bias pula di peroleh secara tidak
langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi
konsekuensinya.
RANGKUMAN DAN EVALUASI
Salah satu sumbangan penting dari terapi tingkah
laku adalah cara yang sistematik, yang metode metode dan teknik teknik
terapiutiknya telah menjadi subyek bagi pengujian eksperimental. Oleh
karenanya, prosedur prosedur terapi tingkah laku berada dalam proses perbaikan
dan pengembangan yang sinambung, dan criteria pemunculan hasil hasil yang bias
di harapkannya sangat baik. Para terapis tingkah laku melandaskan pendekatan
mereka pada beberapa variable: pengenalan yang cermat atas tingkah laku yang
maladaftif, prosedur-prosedur treatment, dan pengubahan tingkah laku.
Para pemuka terapi tingkah laku menyatakan bahwa
penelitian dan studi-studi komparatif perlu di lakukan jika kekuatan-kekuatan
dan kelemahan-kelemahan masing-masing pendekatan terapi ingin di ketahui.[2]
Dengan cara demikian, perbaikan metode-metode terapi bisa di lakukan.